Koran Bekas Dijadikan Pembalut Wanita Di Daerah Ini
- Temuan mengejutkan dijumpai terkait kesehatan reproduksi perempuan. Saat Jakarta disesaki mal canggih-gemerlapan, masih ada masyarakat pedalaman Indonesia menjadikan koran bekas jadi pembalut wanita saat mereka datang bulan alias menstruasi.
Ketua DPRD Sulawesi Barat, Hamzah Hasan, sangat prihatin atas kenyataan warganya di pedalaman Sulawesi Barat itu. Tidak diungkap secara rinci pelosok-pelosok pedalaman yang masih memakai koran bekas sebagai pembalut wanita itu.
"Saya pun sangat terkejut. Penelitian mencatat masih banyak masyarakat kita, terutama di pesisir dan pegunungan masih menggunakan koran bekas sebagai pembalut wanita," kata Hasan, di Mamuju, Minggu.
Sulawesi Barat, sebagaimana banyak kawasan lain Indonesia, berkondisi geografis sangat luas dan miskin akses transportasi, informasi, serta ekonomi.
Sebagai gambaran, dari kota Sabbang ke Kecamatan Sekko, di Kabupaten Luwuk Utara, Sulawesi Selatan, cuma bisa dicapai memakai ojek motor semitrail bertarif sekitar Rp900.000. Jalan belum terbangun secara semestinya, sehingga perjalanan berojek itu memakan waktu seharian.
Dia menduga sementara, kenyataan itu terjadi karena ketidakpahaman dan kebiasaan masyarakat pedalaman itu; bahwa koran bekas bisa menjadi pembalut wanita.
"Mungkin juga karena kemampuan ekonomi mereka sangat terbatas, sehingga memilih menggunakan koran bekas atau handuk sebagai alat pembalut wanita," katanya.
Kebiasaan dan ketidakpahaman atau apa saja penyebabnya, kata dia, seperti ini harus dihentikan segera. "Sangat merugikan kesehatan reproduksi perempuan," katanya.
Karena itu kata dia, dirinya langsung mendukung aspirasi masyarakat untuk mengalokasikan anggaran bantuan alat pembalut wanita dalam batang tubuh APBD tahun 2013.
"Usulan masyarakat ini saya akomodir dalam bentuk program aspirasi. Nilai anggaran yang disiapkan itu berkisar Rp100 juta,"katanya. Jika lancar, pembalut wanita akan dibagikan gratis kepada yang memerlukan, sampai ke gunung-gunung dan pelosok pantai.
"Program bantuan ini memang tidak populer. Namun, harus menjadi catatan bagaimana asas manfaat dengan program ini,"pungkas Hamzah